ROSYIDA MARFUAH
120741421188
OFF A
TAWURAN ANTAR PELAJAR
            Indonesia merupakan Negara yang makmur dan mempunyai beragam kebudayaan, banyak potensi di Indonesia yang seharusnya dimanfaatkan oleh kaum intelektual terpelajar akan tetapi di Indonesia lebih banyak terjadi tawuran antar pelajar yang bertentangan dengan norma dan nilai-nilai di Indonesia.Bukannya mereka berlomba-lomba untuk memanfaatkan potensi di Indonesia tetapi malah justru sebaliknya, mereka membuat negara ini menjadi lebih terpuruk dengan tawuran.
Sering kita jumpai pelajar-pelajar di Indonesia bukan hanya belajar, tetapi juga tawuran. Tawuran atau konflik termasuk dalam proses-proses sosial yang disosiatif, pelajar ini tidak mau menyelesaikan masalahnya dengan cara yang kooperatif atau dengan cara baik-baik atau berunding. Karena dari awal mereka telah dituruni kekerasan atau tawuran oleh kakak kelasnya, dan tawuran ini turun-temurun sampai sekarang. Bahkan tawuran mereka bukan hanya untuk mempertahankan eksistensi masing-masing dari sekolah mereka, tetapi juga untuk pembinasaan atau pembunuhan terhadap sekolah lain, yang mereka anggap lawan atau saingannya. Mungkin karena konflik individu antara dua sekolah yang berseteru dan hanya berdasarkan rasa solidaritas terhadap teman. Akhirnya mereka membantu teman mereka menjadi sekelompok dari suatu sekolah yang menyerang kelompok dari sekolah lain. Proses sosial yang namanya konflik itu adalah suatu proses sosial yang disosiatif, namun demikian, sekalipun sering berlangsung dengan proses yang keras dan tajam, proses-proses konflik itu sering pula mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Positif tidaknya akibat konflik-konflik memang tergantung dari persoalan yang dipertentangkan, dan tergantung pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik. Kita ambil contoh tawuran antar pelajar dari SMAN 6 dan SMAN 70 yang memakan salah satu korban dari SMAN 6 siswa kelas X, yang mana korban itu bukan termasuk salah satu kelompok tawuran, hanya saja korban itu berada di tempat yang salah dan dalam waktu yang salah. Yang mana korban itu terkenal anaknya aktif dalam suatu organisasi baik kepada teman. Tetapi sayang dia meninggal dengan cara seperti itu, tak sedikit dari teman-teman korban yang menangis akibat ditinggal oleh temannya yang terkenal loyalitas tersebut, apalagi orang tua korban, mereka sangat-sangat kehilangan anak bungsu mereka yang terkenal cerdas,aktif, dan rajin. Tetapi pihak polisi sudah mengurus atau menangkap siswa yang membunuh salah satu siswa SMAN 6. Dan dampak positif dari tawuran antar dua sekolah tersebut adalah akhirnya mereka berikhrar atau berjanji damai, yang mana konflik antar dua sekolah tersebut hingga sampai dibahas di departemen pendidikan Jakarta. Dan kedua sekolah tersebut mengadakan upacara yang dilaksanakan oleh semua pihak sekolah yang diakhiri dengan saling memaafkan dan bersalam-salaman. Dan juga diadakan seminar antara dua sekolah tersebut, seminar tentang bagaimana membangun moral atau karakter yang baik. Seperti yang sedang digembor-gemborkan saat ini oleh dunia pendidikan yaitu pendidikan berkarakter. Salah satu akibat positif yang lain dari suatu konflik itu adalah bertambahnya solidaritas intern dan rasa in-group suatu kelompok. Setiap masyarakat mesti berada di dalam keadaan tertib. Tanpa keadaan tertib pasti keadaan masyarakat tidak mungkin berlangsung. Tidak ada yang tahu pasti apa penyebab tawuran antara SMAN 6 dan SMAN 70, mereka dari tahun ke tahun hanya dituruni pertawuran rasa permusuhan antar sekolah oleh kakak kelasnya. Sebenarnya bukan hanya SMAN 6 dan SMAN 70 saja yang berselisih hingga menimbulkan tawuran antar pelajar, tetapi karena tawuran antara SMAN6 dan SMAN70 ini sudah mencapai klimaksnya, hingga menimbulkan korban. Mungkin kultural, pengaturan-pengaturan dan peraturan-peraturan yang bersifat normatif harus lebih ditegakkan ditertibkan lagi dalam suatu masyarakat. Sebagai contoh di dalam suatu lingkungan di dunia pendidikan di suatu sekolah menengah atas, sebenarnya bukan hanya salah siswa-siswi yang mengadakan tawuran saja tetapi setidaknya kurang lebih guru atau pihak sekolah yang selama ini mendidik mereka yang harusnya bisa lebih meredam bisa lebih mengarahkan ke arah perdamaian antara dua pihak sekolah. Dengan begitu peranan sosial dan norma-norma sosial bisa berjalan sebagaimana mestinya. Guru bertugas mendidik dan mengajar dan murid tugasnya menimba ilmu dan menetapi aturan sebagai murid dan guru sebagaimana mestinya. Individu-individu masyarakat manusia menguasai sejumlah norma-norma di dalam dirinya bukan karena proses-proses yang bersifat kodrati, melainkan memperolehnya melalui suatu proses yang disebut proses belajar atau proses sosialisasi. Begitupun dengan remaja-remaji pelajar ini jika diarahkan terus-menerus dibimbing disadarkan bahwa tawuran itu bukan hal yang baik yang harus dilakukan oleh pelajar Indonesia. Jika didamaikan sejak awal mungkin, tidak terjadi sampai memakan salah satu siswa SMAN 6. Oleh karena itu, dalam usaha menjamin kelangsungan keadaan tertib masyarakat atau pelajar ini di samping menjalankan proses-proses sosialisasi juga harus melaksanakan suatu usaha yang lain, ialah melaksanakan suatu usaha kontrol sosial. Adapun yang dimaksud kontrol sosial itu ialah semua proses yang ditempuh dan semua sarana yang digunakan oleh masyarakat untuk membatasi kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran norma sosial oleh individu-individu warga masyarakat. Proses sosialisasi itu betul-betul merupakan suatu proses yang amat besar signifikannya bagi kelangsungan keadaan tertib masyarakat. Artinya, hanya lewat proses-proses sosialisasi itu sajalah norma-norma sosial contohnya di dalam sekolah atau antar sekolah dan pelajar bisa dilaksanakan dan dipraktekan seperti yang diharapakan oleh semua kalangan pendidikan. Dan jika dalam suatu sekolah sudah menegakkan norma-norma sosial secara benar-benar dan sungguh-sungguh maka akan diwariskan dan diteruskan oleh angkatan-angkatan adik kelasnya menciptakan atau meluluskan generasi-generasi yang cerdas dan bermoral, sebagaimana yang diharapkan pihak sekolah terlebih warga Indonesia. Jelas, bukan hal yang mudah dalam dunia pendidikan mengubah watak atau moral para pelajar Indonesia menjadi atau mempunyai moral yang bagus dan beretika. Bagi pihak sekolah kegagalan-kegagalan mencetak pelajar yang bermoral akan menjadi suatu hal yang menyulitkan bukan hanya untuk kalangan sekolah atau pendidikan tetapi juga berdampak pada masyarakat, seperti tawuran pelajar selain menimbulkan korban yang membuat sedih orang tua dan sanak saudaranya, selain itu juga menimbulkan kemacetan yang meresahkan warga. Banyak dampak negatif daripada positif  dari tawuran pelajar ini. Demikianlah sesungguhnya sosialisasi norma dan etika terhadap pelajar harus dilaksanakan bukan hanya untuk kepentingan pihak sekolah saja tetapi juga untuk kepentingan warga masyarakat sendiri secara individual. Yang melaksanakan proses sosialisasi norma-norma atau etika terhadap pelajar, ya dari pihak sekolah itu sendiri dan mengusahakan sampai tertanamnya pemahaman-pemahaman atau norma-norma di dalam diri masing-masing pelajar. Yang mana pelajar itu tadi jika suatu saat harus terjun ke lingkungan masyarakat bisa mengendalikan norma-normanya secara dislipiner. Sosialisasi demikian ini sedikit banyak dilakukan secara  dipaksakan, dan didukung oleh suatu kekuasaan yang bersifat otoriter. Sebenarnya banyak waktu pelajar dihabiskan di rumah atau di masyarakat dibanding dengan di sekolah, selain peran pihak sekolah dan guru. Peran orang tua juga merupakan hal utama dalam proses sosialisasi otoriter. Apalagi peran seorang ibu adalah faktor utama dalam menentukan generasi bangsa selanjutnya.
Narwoko Dwi J, Suyanto Bagong, sosiologi teks pengantar dan terapan (2004)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun kebahagiaan keluarga dengan petualangan oreo wafer

Education is first step, for creating sustainable technology

Bisnis barang bekas jadi satset pakai kiriminaja