Bermain dan Mendongeng sebagai sarana pencegah bullying

Berkecimpung di dunia pendidikan khususnya di anak-anak jenjang sekolah menengah pertama, merupakan tantangan yang cukup berat bagi seorang pendidik atau guru. Usia siswa sekolah menengah pertama, merupakan usia peralihan dari remaja menuju dewasa. Seperti yang dikutip dari, Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa peralihan diikuti dengan kondisi emosional yang masih belum stabil. Pada dasarnya semua manusia mempunyai emosi, hanya saja energi emosi yang ada dalam diri remaja, tidak selalu disalurkan pada hal yang positif. Karakteristik remaja cenderung menjadi pengikut pada hal-hal yang dilakukan oleh temannya sekarang. Mereka akan dikucilkan dari lingkungan sosial jika tidak menjadi anak keren seperti teman-teman yang lain, jika mempunyai wajah paling jelek diantara teman-temannya, jika mempunyai badan paling gemuk diantara teman-temannya, bahkan jika dia menjadi anak rajin dikalangan teman-temannya, juga akan dipermalukan. Bahkan yang paling miris adalah, para pelaku bullying akan berbuat apa saja untuk mem-bully temannya supaya dia tetap mempunyai teman. Jika hal tersebut di atas sudah terjadi, maka akan berdampak buruk pada korban. Para korban tidak nyaman berada di lingkungan kelas, sekolah hingga takut untuk pergi sekolah. Jika sudah terjadi hal seperti ini, hal apa saja yang harus dibenahi oleh guru atau lingkungan pendidikan. Guru harus mempunyai sifat empati, untuk mengetahui karakteristik siswa-siswinya. Anak-anak bisa terlihat sangat baik-baik saja saat berada di kelas, saat dihadapan guru, mereka biasa melakukan pembullyan saat mereka merasa aman dari jangkauan guru. Jika kita sebagai pendidik juga bersifat acuh tak acuh, maka habislah anak-anak didik kita dibully oleh temannya sendiri. Guru dan pihak sekolah harus bisa memutus rantai bullying di sekolah tersebut, dengan cara mendudukkan anak-anak korban dan pelaku bullying. Mengadakan komunikasi secara terus menerus hingga ketemu akar permasalahannya. Selain itu korban bullying juga harus dipantau dengan cara diajak berkomunikasi, hingga kondisi psikisnya benar-benar sembuh seperti semula. Sakit psikis, memang lebih sulit diobati dan terlihat lebih memprihatinkan daripada sakit secara fisik. Untuk mencegah anak-anak bangsa Indonesia semakin banyak korban berjatuhan pada kasus bullying, maka ada beberapa hal yang bisa diterapkan di lingkungan sekolah, untuk mencegah anak melakukan tindak bullying. Yang pertama, ajak anak-anak untuk bermain permainan tradisional sebelum memasuki kelas. Sekolah bisa mengumpulkan anak-anak di lapangan dan ada salah satu guru yang mengawasi dan bertindak sebagai wasit. ajak anak-anak bermain bentengan, gobak sodor, krupukan, yang mana permainan-permainan tersebut dilakukan oleh satu tim. Bagi tim mereka, supaya mereka bisa membaur antara anak satu dengan anak lainnya dan tidak selalu satu tim dengan teman-teman dekatnya. Arahkan mereka untuk bisa bekerja sama dengan satu timnya. Setelah selesai bermain, apresiasi mereka dengan cara diberi hadiah, dan ajari mereka untuk mengambil hikmah dari permainan tersebut. Ajarkan kepada anak-anak untuk bisa menerima kekalahan dan untuk tidak sombong menerima kemenangan. Hal-hal yang terlihat sepele seperti ini jika dilakukan secara terus menerus akan menjadi simultan yang baik untuk anak-anak, mereka terbiasa membantu temannya, mereka terbiasa berendah hati dan menerima kelemahan. Juga pagi hari sudah diawali dengan sesuatu yang membuat anak-anak senang. Sehingga anak-anak juga lebih bahagia untuk menerima pelajaran. Sekolah harus menjadi tempat yang membahagiakan bagi anak-anak Indonesia. Tempat yang membahagiakan untuk mencari ilmu, berinteraksi, membangun komunikasi hingga membangun kepercayaan diri anak-anak. Yang terakhir yaitu peran orang tua, setiap malam sebelum menggiring anak-anak untuk tidur, diusahakan untuk mengajak berbicara anaknya setiap malam. Bisa dengan membacakan dongeng untuk anaknya atau bahan refleksi dari satu hari hal-hal apa saja yang dialami oleh anak tersebut. Jika anak sudah menceritakan kejadian apa saja dalam satu hari tersebut. Maka giliran orang tua, untuk mengarahkan seorang anak hal baik apa saja yang tetap dilanjutkan untuk hari esok, dan hal apa saja yang harus dibenahi, supaya tidak mengulang kesalahan lagi. Refleksi seperti ini jika dilakukan secara terus menerus, bisa membuahkan hasil yang baik, membuat sifat empati anak lebih tinggi, menghilangkan sisi egois anak, sehingga bullying juga bisa dicegah. Karena sejatinya manusia selalu belajar dari pengalaman, maka jangan biarkan anak-anak kita tumbuh dengan pengalaman pahit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun kebahagiaan keluarga dengan petualangan oreo wafer

Education is first step, for creating sustainable technology

Bisnis barang bekas jadi satset pakai kiriminaja